Minggu, 13 Desember 2015

Makalah Ngango Lo Huwayo



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengantar
Suku Gorontalo sebagai salah satu di antara ratusan suku bangsa yang ada di Nusantara, sama halnya dengan suku lainnya yang memiliki kebudayaan sebagai peninggalan nenek moyang yang sangat berbeda latar belakangnya. Keragaman ini di kenal dengan istilah Bhineka Tunggal Ika. Beraneka ragam tetapi satu. Setiap kebudayaan yang beraneka ragam itu dipelihara dan dipertahankan oleh penduduk masing-masing daerah, malahan penduduknya berusaha untuk mengembangkannya. Mengembagkan dalam arti meningkatkan dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Usaha ini dimaksudkan agar dengan demikian generasi berikutnya sebagai generasi penerima dan pelanjut kebudayaan itu tetap merasa memilikinya dan tidak akan kaku melaksanakannya.
Berkembangnya kehidupan kebudayaan daerah ini yang bersama-sama dengan kebudayaan daerah lainnya sebagai bagian kebudayaan Nasional, menjadikan kebudayaan indonesiam maju pesat. Selain dari pada usaha warga penduduk yang bergiat mengembangkan sebagai identitas sukunya, hal ini juga tidak lepas dari usaha-usaha dan perhatian pemerintah. Sebagai perujudan dan konsekwensi amanat pasal 32 UUD 1945 yang berbunyi ’’Pemerintah memajukan kebudayaan nasional indonesia’’.
Adat istiadat adalah suatu komplek norma-norma yang oleh individuindividu yang menganutnya dijunjung tinggi dalam kehidupan. Adat istiadat ini walaupun dianggap tetap namun akan berubah di dalam suatu jangka waktu yang lama (Liputo, 1985:3).
Sementara menurut Daulima (2007:5) adat istiadat adalah himpunan kaidah-kaidah sosial yang sejak lama ada dalam masyarakat yang bermaksud untuk mengatur tata tertib masyarakat. Kaidah-kaidah ini ditaati oleh anggotaanggota persekutuan hukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa adat istiadat adalah suatu tradisi turun temurun dari kebiasaan nenek moyang kita dan sampai sekarang masih dipertahankan masyarakat untuk menjaga keanekaragaman budaya.
Dalam hal ini penulis memberikan informasi tentang adat gorontalo mengenai “makna ngango huwayo di dalam tradisi adat gorontalo”.












BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ngango lo huwayo
Ngango lo huwayo (Mulut buaya) merupakan salah satu kelengkapan yang digunakan pada upacara adat di Gorontalo. Ngango lo huwayo digunakan pada upacara-upacara adat kebesaran di Gorontalo seperti pada upacara adat penobatan, upacara adat penyambutan tamu, upacara adat perkawinan dan upacara adat pemakaman. Di kiri dan kanan diletakkan ngango lo huwayo yang terbuat dari bambu (Daulima, 2006:167).
Dalam memberikan informasi ini bentuk yang dikaji adalah bentuk-bentuk dari kelengkapan adat ngango lo huwayo pada upacara adat penobatan, penyambutan tamu, perkawinan dan upacara adat pemakaman.
2.1.1 Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Penobatan
Upacara adat penobatan sebagai salah satu upacara adat yang dilaksanakan sekarang adalah momulanga, yaitu pemberian (penganugerahan) gelar jabatan. Pemberian gelar diberikan kepada seorang pejabat dalam lingkungan pemerintahan mulai dari gubernur, bupati, walikota dan camat maka itu dilakukan upacara adat penobatan. Upacara adat penobatan tempat pelaksanaan di rumah dinas atau rumah pribadi tempat tinggal pejabat (Pateda, 2008: 76). Pada upacara adat penobatan terdapat kelengkapan adat di kiri dan kanan dipasang ngango lo huwayo yang terbuat dari bambu kuning. Ujung bambu kurang lebih 30 cm dibelah dan dibuat sedemikian rupa sehingga terbuka seperti mulut buaya, pada masing-masing belahan dibuat bergigi (Liputo, 1985:57).

2.1.2 Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Penyambutan Tamu
Upacara adat penyambutan merupakan salah satu peradatan yang terdapat dalam budaya masyarakat Gorontalo. Penyambutan tamu (pohutu motimamango) adalah penyambutan/penghormatan kepada tamu secara adat oleh u lipu atau pemerintah dan masyarakat (Pateda,2008:56).
Untuk pelaksanaan adat dilakukan di bandara apabila tamu yang disambut naik pesawat, kemudian tamu yang disambut melalui laut penyambutannnya dilaksanakan di pelabuhan dan apabila yang disambut melalui darat maka penyambutannya dilaksankan di perbatasan wilayah. Bagi gubernur, bupati, walikota dan camat yang akan dinobatkan penyambutan secara resmi dilaksanakan di Yiladia atau rumah dinas (Liputo, 1985: 7).
Dalam penyambutan tamu dibuatkan ngango lo luwayo, yaitu bambu yang dibelah ujung sebelah atasnya lalu dingangakan dan dibuatkan gigi. Ujung yang dibelah itu menuju ke depan menyongsong tamu yang datang (Liputo, 1985:19). Dalam penyambutan tamu dilakukan secara adat, seperti penyambutan dalam rangka penobatan hanya sekali diadakan bagi seseorang pada wilayah pemerintahannya, untuk penyambutan bagi gubernur, walikota, bupati disambut secara adat apabila mengadakan kunjungan atau pemeriksaan wilayah dan untuk tamu hanya sekali disambut secara adat di daerah Gorontalo (Liputo,1985:7).
2.1.3 Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Perkawinan
      Adat perkawinan suku Gorontalo merupakan bagian dari hukum Gorontalo secara keseluruhan dan mempunyai item-item yang berhubungan dengan makna, proses pengiring, pelengkapan adat berupa benda-benda budaya atau atribut budaya (Daulima, 2006:1). Dalam melaksanakan perkawinan maka diadakan upacara adat perkawinan yang dilaksanakan di rumah orang tua calon pengantin wanita dan calon pengantin pria. Di rumah orang tua calon pengantin wanita disediakan pelaminan, kamar rias, kamar adat dan kamar tidur (Liputo, 1985:131).
      Di depan kiri dan kanan diletakkan atau dibuatkan ngango lo huwayo yang terbuat dari bambu kuning (Liputo, 1985:131).
      2.1.4 Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Pemakaman
      Pemakaman berasal dari kata Maqaam yang berarti tempat penguburan (liang lahat), maksudnya adalah menurunkan jenazah ke liang lahat yang di hadapkan kearah kiblat (Pateda, 2008:227). Dalam penyelenggaraan pemakaman menurut adat Gorontalo ada 3 (tiga) corak pelaksanaan sesuai status orang yang meninggal yaitu: 1. Corak pemakaman untuk raja, upacara adat pemakamannya lengkap. 2. Corak pemakaman bubato yaitu pejabat dibawah raja yang melaksanakan pemerintahan sehari-hari, upacaranya tidak selengkap pemakaman raja. 3. Corak pemakaman untuk rakyat (tuango lipu), upacaranya sederhana saja (Pateda, 2008:225).
      Berdasarkan kesepakatan bersama dalam seminar adat Gorontalo (1984), upacara pemakaman secara adat yang berlaku dalam masyarakat suku Gorontalo bukan hanya untuk tingkat mongopulubila, tetapi juga bagi lapisan masyarakat lain, dengan syarat (a) ada keinginan untuk melaksanakan, dan (b) ada kemampuan terutama di bidang material. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa setiap jenazah patut dimuliakan dalam upacara pemakaman seperti yang berlaku dalam upacara perkawinan (Liputo, 1985:149).
      Pada upacara adat pemakaman disebelah pohon pinang dipasang potongan bambu kuning yang ujungnya terbuka seperti mulut buaya (ngango lo huwayo), (Liputo, 1985:153).
     

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
      Ngango lo huwayo (Mulut buaya) merupakan salah satu kelengkapan yang digunakan pada upacara adat di Gorontalo.
      Bentuk - bentuk dari kelengkapan adat ngango lo huwayo yaitu :
1.      Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Penobatan
2.      Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Penyambutan Tamu
3.      Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Perkawinan
4.      Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Pemakaman
3.2 Saran
      Masyarakat gorontalo harus mengetahui tradisi adat gorontalo mengenai makna dan bentuk ngango lo huwayo seperti apa. Dan untuk Pemerintah gorontalo harus mempertahankan tradisi ini untuk menjaga identitas daerah gorontalo
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda :

Tidak ada komentar: