BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Pengantar
Suku Gorontalo sebagai salah satu di antara ratusan suku bangsa yang ada di
Nusantara, sama halnya dengan suku lainnya yang memiliki kebudayaan sebagai
peninggalan nenek moyang yang sangat berbeda latar belakangnya. Keragaman ini
di kenal dengan istilah Bhineka Tunggal Ika. Beraneka ragam tetapi satu. Setiap
kebudayaan yang beraneka ragam itu dipelihara dan dipertahankan oleh penduduk
masing-masing daerah, malahan penduduknya berusaha untuk mengembangkannya. Mengembagkan
dalam arti meningkatkan dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Usaha ini
dimaksudkan agar dengan demikian generasi berikutnya sebagai generasi penerima
dan pelanjut kebudayaan itu tetap merasa memilikinya dan tidak akan kaku
melaksanakannya.
Berkembangnya
kehidupan kebudayaan daerah ini yang bersama-sama dengan kebudayaan daerah
lainnya sebagai bagian kebudayaan Nasional, menjadikan kebudayaan indonesiam
maju pesat. Selain dari pada usaha warga penduduk yang bergiat mengembangkan
sebagai identitas sukunya, hal ini juga tidak lepas dari usaha-usaha dan
perhatian pemerintah. Sebagai perujudan dan konsekwensi amanat pasal 32 UUD
1945 yang berbunyi ’’Pemerintah memajukan kebudayaan nasional indonesia’’.
Adat istiadat adalah suatu
komplek norma-norma yang oleh individuindividu yang menganutnya dijunjung
tinggi dalam kehidupan. Adat istiadat ini walaupun dianggap tetap namun akan
berubah di dalam suatu jangka waktu yang lama (Liputo, 1985:3).
Sementara menurut Daulima
(2007:5) adat istiadat adalah himpunan kaidah-kaidah sosial yang sejak lama ada
dalam masyarakat yang bermaksud untuk mengatur tata tertib masyarakat.
Kaidah-kaidah ini ditaati oleh anggotaanggota persekutuan hukum.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa adat istiadat adalah suatu tradisi turun temurun dari
kebiasaan nenek moyang kita dan sampai sekarang masih dipertahankan masyarakat
untuk menjaga keanekaragaman budaya.
Dalam hal
ini penulis memberikan informasi tentang adat gorontalo mengenai “makna ngango huwayo di dalam tradisi adat
gorontalo”.
2.1 Ngango
lo huwayo
Ngango
lo huwayo (Mulut buaya) merupakan salah satu kelengkapan yang digunakan pada
upacara adat di Gorontalo. Ngango lo huwayo digunakan pada
upacara-upacara adat kebesaran di Gorontalo seperti pada upacara adat
penobatan, upacara adat penyambutan tamu, upacara adat perkawinan dan upacara
adat pemakaman. Di kiri dan kanan diletakkan ngango lo huwayo yang
terbuat dari bambu (Daulima, 2006:167).
Dalam
memberikan informasi ini bentuk yang dikaji adalah bentuk-bentuk dari
kelengkapan adat ngango lo huwayo pada upacara adat penobatan,
penyambutan tamu, perkawinan dan upacara adat pemakaman.
2.1.1
Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Penobatan
Upacara
adat penobatan sebagai salah satu upacara adat yang dilaksanakan sekarang
adalah momulanga, yaitu pemberian (penganugerahan) gelar jabatan.
Pemberian gelar diberikan kepada seorang pejabat dalam lingkungan pemerintahan
mulai dari gubernur, bupati, walikota dan camat maka itu dilakukan upacara adat
penobatan. Upacara adat penobatan tempat pelaksanaan di rumah dinas atau rumah
pribadi tempat tinggal pejabat (Pateda, 2008: 76). Pada upacara adat penobatan
terdapat kelengkapan adat di kiri dan kanan dipasang ngango lo huwayo yang
terbuat dari bambu kuning. Ujung bambu kurang lebih 30 cm dibelah dan dibuat
sedemikian rupa sehingga terbuka seperti mulut buaya, pada masing-masing
belahan dibuat bergigi (Liputo, 1985:57).
2.1.2
Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Penyambutan Tamu
Upacara adat penyambutan merupakan
salah satu peradatan yang terdapat dalam budaya masyarakat Gorontalo.
Penyambutan tamu (pohutu motimamango) adalah penyambutan/penghormatan
kepada tamu secara adat oleh u lipu atau pemerintah dan masyarakat
(Pateda,2008:56).
Untuk pelaksanaan adat dilakukan
di bandara apabila tamu yang disambut naik pesawat, kemudian tamu yang disambut
melalui laut penyambutannnya dilaksanakan di pelabuhan dan apabila yang
disambut melalui darat maka penyambutannya dilaksankan di perbatasan wilayah.
Bagi gubernur, bupati, walikota dan camat yang akan dinobatkan penyambutan
secara resmi dilaksanakan di Yiladia atau rumah dinas (Liputo, 1985: 7).
Dalam
penyambutan tamu dibuatkan ngango lo luwayo, yaitu bambu yang dibelah
ujung sebelah atasnya lalu dingangakan dan dibuatkan gigi. Ujung yang dibelah
itu menuju ke depan menyongsong tamu yang datang (Liputo, 1985:19). Dalam
penyambutan tamu dilakukan secara adat, seperti penyambutan dalam rangka
penobatan hanya sekali diadakan bagi seseorang pada wilayah pemerintahannya,
untuk penyambutan bagi gubernur, walikota, bupati disambut secara adat apabila
mengadakan kunjungan atau pemeriksaan wilayah dan untuk tamu hanya sekali
disambut secara adat di daerah Gorontalo (Liputo,1985:7).
2.1.3
Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Perkawinan
Adat
perkawinan suku Gorontalo merupakan bagian dari hukum Gorontalo secara
keseluruhan dan mempunyai item-item yang berhubungan dengan makna, proses
pengiring, pelengkapan adat berupa benda-benda budaya atau atribut budaya
(Daulima, 2006:1). Dalam melaksanakan perkawinan maka diadakan upacara adat
perkawinan yang dilaksanakan di rumah orang tua calon pengantin wanita dan
calon pengantin pria. Di rumah orang tua calon pengantin wanita disediakan
pelaminan, kamar rias, kamar adat dan kamar tidur (Liputo, 1985:131).
Di depan kiri dan kanan diletakkan atau
dibuatkan ngango lo huwayo yang terbuat dari bambu kuning (Liputo,
1985:131).
2.1.4 Ngango lo huwayo Pada
Upacara Adat Pemakaman
Pemakaman
berasal dari kata Maqaam yang berarti tempat penguburan (liang lahat),
maksudnya adalah menurunkan jenazah ke liang lahat yang di hadapkan kearah
kiblat (Pateda, 2008:227). Dalam penyelenggaraan pemakaman menurut adat
Gorontalo ada 3 (tiga) corak pelaksanaan sesuai status orang yang meninggal
yaitu: 1. Corak pemakaman untuk raja, upacara adat pemakamannya lengkap. 2.
Corak pemakaman bubato yaitu pejabat dibawah raja yang melaksanakan
pemerintahan sehari-hari, upacaranya tidak selengkap pemakaman raja. 3. Corak
pemakaman untuk rakyat (tuango lipu), upacaranya sederhana saja (Pateda,
2008:225).
Berdasarkan
kesepakatan bersama dalam seminar adat Gorontalo (1984), upacara pemakaman
secara adat yang berlaku dalam masyarakat suku Gorontalo bukan hanya untuk
tingkat mongopulubila, tetapi juga bagi lapisan masyarakat lain, dengan
syarat (a) ada keinginan untuk melaksanakan, dan (b) ada kemampuan terutama di
bidang material. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa setiap jenazah patut
dimuliakan dalam upacara pemakaman seperti yang berlaku dalam upacara
perkawinan (Liputo, 1985:149).
Pada
upacara adat pemakaman disebelah pohon pinang dipasang potongan bambu kuning
yang ujungnya terbuka seperti mulut buaya (ngango lo huwayo), (Liputo,
1985:153).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Ngango lo
huwayo (Mulut buaya) merupakan salah satu kelengkapan yang digunakan pada
upacara adat di Gorontalo.
Bentuk - bentuk
dari kelengkapan adat ngango lo huwayo yaitu :
1. Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Penobatan
2.
Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Penyambutan Tamu
3. Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Perkawinan
4.
Ngango lo huwayo Pada Upacara Adat Pemakaman
3.2 Saran
Masyarakat
gorontalo harus mengetahui tradisi adat gorontalo mengenai makna dan bentuk ngango lo huwayo seperti apa. Dan untuk
Pemerintah gorontalo harus mempertahankan tradisi ini untuk menjaga identitas
daerah gorontalo
Tidak ada komentar: